Sabtu, 01 Juni 2013

SETIA

Bacaan Alkitab: 1 Timotius 1: 12-17

            Setiap orang merindukan kesetiaan demikian juga dengan Allah. Alangkah indahnya mendengar komentar Allah bagi hidup kita yang berkata: “Baik sekali perbuatan mu itu, hai hambaku yang baik dan setia; ... Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuan mu.” (Matius 25:21). Dan dalam bacaan kita diatas, Allah memberikan pengakuan bahwa Rasul Paulus adalah orang yang setia. “karena Ia menganggap aku setia dan mempercayakan pelayanan ini kepadaku ...” (ayat 12) Suatu hidup yang sangat beruntung! Dan saya percaya kita juga merindukan pengakuan seperti terjadi dalam hidup kita baik dalam mengikuti dan melayani Tuhan.
            Kesetiaan tidak ditentukan oleh usia, latar belakang pendidikan, jenis kelamin dan segala predikat yang disandangnya. Kesetiaan selalu berkaitan dengan tanggung jawab kita kepada siapa kita berlaku setia. Dan kesetiaan kita kepada Tuhan dibuktikan oleh jalan-jalan hidup kita di hadapan Tuhan.
Bagaimanakah caranya agar hidup kita bisa setia kepada Tuuhan dan panggilannya?

Menyadari siapa diri kita dahulu
            Paulus menyadari hidupnya yang lama sebelum mengenal Kristus, “aku yang tadinya seorang penhujat dan sorang penganiaya dan seorang yang ganas, “ (ayat 13) Paulus adalah contoh figur di mana Allah sungguh luar biasa di dalam memilih umat-Nya. Tuhan memanggil Paulus sewaktu Paulus berkobar-kobar mengejar-ngejar dan menganiaya umat Tuhan (Kisah 22:4-5) dan dengan cara Tuhan hidup Paulus diubahkan secara total dari orang yang memusuhi Tuhan, menjadi alat Tuhan yang militan. Perjalanan Paulus untuk menjadi alat  Tuhan ini diawali dari lawatan Tuhan yang membawa Paulus pada kesadaran yang membuat Paulus mengakui bahwa  dirinya adalah orang yang paling berdosa diantara orang-orang yang berdosa. “Perkataan ini benar dan patut diterima sepenuhnya: Kristus Yesus datang ke dunia untuk menyelamatkan orang berdosa, dan “diantara mereka, akulah yang paling berdosa. (ayat 15) Kesadaran penuh akan siapa dirinya ini membawa Paulus pada pintu gerbang anugerah Allah di mana Allah memberikan kepercayaan dan tanggung jawab kepadanya untuk menjadi saksi-Nya dalam pemberitaan Injil Kristus. 
            Kita sama seperti Paulus karena semua manusia tidak ada yang benar, berdosa, terikat oleh hukum taurat dan seharusnya nerakalah yang menjadi bagian kita. “Karena Semua orang telah berbuat dosa dan kehilangan kemuliaan Allah. (Roma 3:23). Tetapi karena kasih dan anugerah Allah, kita menjadi orang yang dibenarkan dan dilayakkan dan diberikan hak atas hidup kekal di Sorga. Kesadaran akan siapa diri kita di masa lalu adalah fondasi  awal dari langkah-langkah kita di dalam meresponi anugerah Allah secara benar. Diri kita di masa lalu adalah cermin hidup lama kita, jangan lupakan cermin itu karena apabila kita melupakan hal itu, kita bisa terkungkung oleh masa lalu kita, sehingga hidup kita tidak akan mengalami pembaharuan. Tetapi kesadaran hidup di masa yang lalu akan membuat kita lebih arif untuk hidup di masa sekarang.

Menyadari akan belas kasihan Allah.
            Paulus bisa memiliki kesetiaan karena dia sungguh sadar bahwa hidupnya sekarang adalah semata-mata oleh belas kasihan Allah: “...tetapi aku telah dikasihi-Nya,” (ayat 13) Ia sudah mengalami kasih Allah yang begitu besar dan itulah yang mendorong dia untuk mengkitu Kristus  dan melayani Dia serta berbuat sesuatu bagi Kristus. Dan Tuhan menjadikan Paulus menjadi Rasul besar, dan pelayanannya menghasilkan banyak hal, itu juga karena anugerah yang diberikan Allah kepadanya. Paulus tidak mengklaim bahwa keberhasilan itu adalah hasil jerih payahnya tetapi dia menyadari bahwa itu semua karena anugerah Tuhan semata-mata. “Malah kasih karunia Tuhan itu telah dikaruniakan dengan limpahnya kepadaku dengan iman dan kasih dalam Kristus Yesus. (ayat 14)

             Sebagai penerima anugerah sama seperti Paulus, apakah kita sudah sungguh-sungguh menyadari bahwa keberadaan kita sekarang juga karena anugerah Allah? Jika kita memiliki pekerjaan, suami, istri, anak-anak, pendidikan yang baik, kesehatan, pelayanan atau apapun itu termasuk kesuksesan kita, semuanya adalah anugerah Allah. Tanpa kesadaran yang demikian kita akan menjadi manusia yang mengandalkan diri kita sendiri dan pada akhirnya kita akan menjadi manusia yang sombong. Kesombongan akan mematri kita dengan kehidupan yang dikendalikan oleh kehendak, pengalaman, dan kemampuan kita yang menjurus ke egosentrisme yang berakibat pada kehancuran dan kesia-siaan  karena kita berada di luar area kehendak Allah.
            Untuk menuju kesadaran akan adanya anugerah Allah diperlukan kerendahan hati. Apabila kita menghargai anugerah Allah maka Allah akan memberikan kepercayaan dan tanggung jawab kepada kita.

Menyadari bahwa hidup kita dijadikan contoh.                               
            Setelah menerima anugerah Allah, Paulus menempatkan dirinya sebagai teladan atau patron. “Tetapi justru karena itu aku dikasihani, agar dalam diriku ini, sebagai orang yang paling berdosa, Yesus Kristus menunjukkan seluruh kesabaran-Nya, dengan demikian aku menjadi contoh bagi mereka yang kemudian percaya kepada-Nya dan mendapat hidup yang kekal.” (ayat 16) Kata teladan merujuk pada suatu keunggulan kwalitas dibanding dengan yang lain. Demikian juga orang yang sudah menerima anugerah Allah seharusnya memiliki suatu kwalitas hidup yang lebih tinggi dari orang yang belum menerima anugerah tersebut, karena hidupnya berada di bawah otoritas Sang Pencipta, yang selalu membentuk dan memperbarui kehidupan orang-orang kepercayaan-Nya melalui Firman-Nya dan realita kehidupan di mana di dalamnya Allah menyatakan rencana-Nya. Sebagai orang yang telah menerima anugerah-Nya hendaknya kita mengenakan pakaian keteladanan yang membuat kita menjadi pribadi yang berbeda.
            Bagaimana agar kita bisa menjadi teladan? Keteladanan hanya di dapatkan dalam diri Kristus. Dengan bergaul akrab (dekat) dengan Allah melalui Firman-Nya dan mencari wajah-Nya di dalam doa yang membuat kita akan menjadi sahabat Allah. Persahabatan akan tercipta apabila terdapat kesamaan-kesamaan pada masing-masing pribadi dan adanya kepercayaan satu sama lain. Demikian juga apabila kita menjadi sahabat Kristus, Sang Teladan itu, kita akan diubahkan menyerupai Dia sehingga kehadiran kita berarti juga kehadiran pribadi Kristus yang ada dalam diri kita.
            Oleh karena itu, kalau ingin menjadi pelayan Allah yang setia, sadarilah siapa diri Anda di masa lalu, dan akui bahwa apapun yang ada pada Anda hari ini adalah anugerah Allah semata-mata dan  bertumbuhlah menjadi teladan bagi orang yang belum mengenal Kristus. (*)